Pro Kontra Suntik Mati Di Dunia dan Indonesia

Kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terutama pada bidang kedokteran telah membawa dampak besar bagi kehidupan manusia di seluruh dunia, seperti penemuan teknologi laser untuk mengobati penyakit kanker dan lain sebagainya. Segala upaya untuk menciptakan sesuatu yang bisa menyelamatkan umat manusia masih terus dilakukan sampai dengan sekarang ini.
Dari banyaknya teknologi dan pengetahuan yang telah digunakan dalam
medis, ada satu yang sampai dengan saat ini masih menimbulkan pertanyaan
besar dan beberapa negara bahkan menolak untuk melakukannya.
Jika biasanya para medis melakukan segala upaya untuk menyelamatkan
hidup umat manusia dari penyakit yang diderita atau dialaminya, kini
dengan adanya teknik baru yang telah diciptakan, mereka juga bisa membantu seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Akan tetapi, tentu saja hal tersebut dilakukan dengan alasan yang tepat dan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya.
Hal inilah yang seringkali membuat para dokter dihadapkan pada sebuah
dilema, dimana mereka harus memutuskan apakah mereka benar-benar harus
melakukan atau memberikan bantuan tersebut atau tidak. Wajar jika mereka
meresa seperti itu, karena menghilangkan nyawa seseorang untuk
menghentikan penderitaannya bukanlah sesuatu yang mudah.
Belum lagi di negara-negara tertentu praktik seperti ini dilarang
untuk dilakukan karena dianggap telah melanggar HAM ataupun
aturan-aturan lainnya.
Didalam bidang kedokteran, istilah untuk praktik ini dikenal dengan sebutan Eutanasia, atau mungkin lebih populer sebagai “suntik mati”.
Pasti anda pernah mendengar istilah ini kan? Menurut anda, apakah hal
semacam ini pantas untuk dilakukan? Apa alasan anda untuk mengatakan
bahwa itu “pantas” atau “tidak pantas”? Samakah ini dengan tindakan
pembunuhan?
Daripada anda hanya menerka-nerka jawabannya saja, tanpa tahu
kebenarannya, lebih baik anda membaca penjelasan yang telah kami siapkan
di bawah ini.
Suntik Mati Menjadi Perdebatan Banyak Negara
Seperti yang sudah kami katakan di atas, tidak semua orang bisa
menerima metode atau praktik suntik mati ini. Beberapa menganggapnya
sebagai sebuah pelanggaran hukum.
Bahkan ada negara yang berpendapat bahwa ini sebagai tindakan
menduakan Tuhan, karena pada dasarnya mereka percaya bahwa Tuhan adalah
satu-satunya yang berhak untuk mengambil nyawa seseorang, bukan dokter.
Tugas dokter adalah menyelamatkan umat manusia dari serangan penyakit
dan sebagainya.
Kalau dipikir, masuk akal memang. Tidakkah anda merasa aneh jika
melihat seorang dokter yang seharusnya menyelamatkan manusia malah
menyuntik mati seseorang? Pertentangan dan perdebatan ini ternyata tidak
muncul baru-baru ini saja, melainkan sudah terjadi sejak dulu.
Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan penolakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa. Pada tahun 1828 undang-undang anti-eutanasia mulai diberlakukan di negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian juga mulai diberlakukan oleh beberapa negara bagian lainnya.
Kalau sejak dulu ini sudah menjadi sebuah pertentangan, kenapa sampai
saat ini masih ada yang melakukannya? Apa alasan mereka sampai mau
melakukan tindakan ini? Jawabannya ternyata mengejutkan.
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu “eu” yang berarti baik dan “thanatos”. Kalau kedua kata tersebut digabungkan, maka akan menghsilkan arti kematian yang baik. Dalam bahasa Arab ini dikenal dengan istilah “qatlu ar-rahma” atau “taysir al-maut”.
Kalau dilihat dari sisi kedokteran, euthanasia adalah tindakan yang dilakukan dengan tujuan atau maksud agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang pada akhirnya akan meninggal bisa diperingan. Ini juga berarti mempercepat kematian seseorang yang sedang berada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya.
Kalau dilihat dari pengertian atau pandangan medisnya, ini bukanlah
suatu tindakan yang buruk, karena tujuannya ternyata juga untuk
membantu. Sejauh ini kami bisa mengambil kesimpulan bahwa baik tidaknya
tindakan ini tergantung pada bagaimana anda memandangnya.
Definisi ini konsisten dengan penggunaan istilah kontemporer. Misalnya, Komite Khusus Senat Kanada untuk Euthanasia dan Assisted Suicide mendefinisikan euthanasia sebagai tindakan
memang disengaja, yang dilakukan oleh satu orang dengan maksud untuk
mengakhiri kehidupan orang lain untuk meringankan penderitaan orang
tersebut, sekalipun tindakan itu akan menjadi penyebab kematiannya.
Euthanasia secara umum diklasifikasikan dalam sub-kategori tertentu, tergantung pada apakah orang yang meninggal karena euthanasia dianggap kompeten atau tidak kompeten dan apakah tindakan euthanasia dianggap sebagai sukarela, tidak sukarela, atau tidak disengaja.
Ada banyak perbedaan pandangan, pendapat dan konsep yang telah
dikemukakan tentang euthanasia. Sementara bagi sebagian orang,
euthanasia adalah hak pasien untuk menentukan nasib mereka sendiri, bagi sebagian yang lainnya menganggap euthanasia sama saja dengan pembunuhan, pelanggaran kehidupan manusia dan pelanggaran pada hak manusia untuk hidup.
Kategori Euthanasia
Euthanasia bisa dianggap sebagai perbuatan yang sukarela, jika terjadi sesuai dengan keinginan dari seseorang yang kompeten (berwenang), baik
itu yang didasarkan pada keinginan yang telah diketahui secara pribadi
atau dengan arahan yang valid, yaitu pernyataan tertulis tentang
keinginan masa depan seseorang.
Seseorang dianggap kompeten jika dia mampu memahami sifat dan
konsekuensi dari keputusan yang akan dibuatnya dan mampu
mengkomunikasikan keputusan tersebut. Contoh euthanasia sukarela
adalah ketika seorang dokter memberikan suntikan mematikan kepada
pasien yang kompeten yang mungkin sedang mengalami sakit parah dan atas
permintaan pasien itu sendiri.
Selain itu, ada pula istilah eutanasia nonvolunter, yang dilakukan
tanpa sepengetahuan atau keinginan pasien, baik karena pasien tersebut
tidak kompeten, atau tidak meninggalkan petunjuk terlebih dahulu. Seseorang
dianggap tidak kompeten ketika dia tidak mampu memahami sifat dan
konsekuensi dari keputusan yang akan dibuat atau tidak mampu
mengkomunikasikan keputusan ini.
Dalam kasus euthanasia nonvolunter, keinginan pasien sama sekali tidak diketahui. Contoh dari euthanasia nonvolunter
adalah ketika seorang dokter memberikan suntikan mematikan kepada
seorang pria tua yang tidak kompeten, yang menderita akibat penyakit
terminal lanjutan, yang tidak mampu membuat keinginannya sendiri.
Contoh lain adalah seorang ayah yang menderita asfiksia dengan karbon monoxyde, anak cacat kongenital yang tidak pernah dianggap kompeten.
Euthanasia tidak sadar dilakukan terhadap keinginan individu yang kompeten atau bertentangan dengan keinginan yang dinyatakan dalam arahan muka yang valid. Contoh-contoh euthanasia yang tidak disengaja
termasuk seorang anak laki-laki yang memberikan overdosis obat yang
mematikan kepada ayahnya yang menderita kanker, tetapi sang ayah tidak
menginginkan tindakan overdosis tersebut.
Contoh lainnya adalah seorang dokter yang meskipun petunjuk di muka
pasien menunjukkan bahwa dia tidak ingin ada tindakan untuk mempercepat
kematian, tetap memberikan suntikan mematikan kepada pasien yang
sekarang sedang dalam keadaan tidak sadar dan menderita karena penyakit
terminal tahap akhir yang dideritanya.
Meskipun definisi di atas mungkin sudah tampak cukup jelas, namun
tetap saja masih ada banyak kebingungan dalam kata-kata yang digunakan
untuk menggambarkan euthanasia dan tindakan lain yang berujung pada
sesuatu yang mempercepat kematian seseorang.
Istilah “pembunuhan rahmat” sering digunakan untuk menggambarkan situasi euthanasia nonvolunter dan tidak disengaja.
Di beberapa negara Eropa, seperti misalnya Belanda, perbedaan antara euthanasia, pembunuhan dan bunuh diri yang dibantu sudah tampak jelas. Namun, di Amerika Serikat dan Kanada ada banyak kebingungan mengenai penggunaan istilah bunuh diri yang dibantu oleh dokter seperti ini.
Apakah hanya kedua negara ini saja yang masih bingung membedakannya?
Negara mana sajakah yang melegalkan dan tidak melegalkan praktik suntik
mati ini?
Negara Yang Melegalkan Euthanasia
Di negara-negara Eropa dan Amerika tindakan euthanasia mendapatkan tempat tersendiri yang diakui legalitasnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh negara Jepang. Dalam
melakukan tindakan euthanasia ini, tentunya mereka akan menjalankannya
sesuai dengan prosedur dan persyaratan-persyaratan yang telah
ditetapkan.
Kalau bahasa sederhananya, dokter tidak bisa seenaknya melakukan
suntik mati pada pasiennya. Mereka harus melakukannya dengan prosedur
yang ada. Bukan hanya dokter, si peminta pun juga perlu menjalankan
beberapa prosedur tertentu, seperti menandatangi surat perjanjian
misalnya.
Mereka yang mendukung euthanasia berpendapat bahwa masyarakat yang
beradab seharusnya bisa membantu orang yang sakit parah untuk mati dalam
martabat dan tanpa rasa sakit, serta memungkinkan orang lain untuk
membantu mereka melakukannya jika mereka tidak bisa mengelolanya
sendiri.
Berikut ini adalah beberapa negara yang memperbolehkan praktik euthanasia :
- Belanda : Euthanasia dan tindakan bunuh diri yang dibantu tenaga medis (physician-assisted suicide, atau PAS) diizinkan oleh hukum, asal mengikuti prosedur hukum yang jelas.
- Oregon, Amerika Serikat : PAS diperbolehkan negara dengan menggunakan obat resep.
- Washington DC, Amerika Serikat : Dokter diizinkan untuk memberikan suntik mati atau mendampingi PAS dengan memungkinkan overdosis obat yang berujung kematian pada pasien yang meminta.
- Belgia : Membunuh atas nama medis dan belas kasih diizinkan oleh hukum baik untuk orang dewasa yang kompeten, anak-anak, dengan pedoman terinci dan jelas yang harus diikuti. Orangtua harus setuju dengan keputusan tersebut.
- Swiss : PAS diperbolehkan, di bawah undang-undang yang aktif lebih dari 600 tahun. Pasien, termasuk pengunjung dari negara lain, dapat dibantu oleh anggota dari organisasi Dignitas untuk mengakhiri hidup mereka.
Setelah beberapa negara mengizinkan tindakan tersebut, dalam kurun waktu singkat, euthanasia dan PAS pun mulai diizinkan di Australia Utara,
dimana waktu itu diketahui tujuh orang warga negaranya telah mengakhiri
hidup mereka dengan cara ini, tepatnya sebelum Pemerintah Federal
Australia akhirnya membatalkan hukum tersebut.
Pro dan Kontra Euthanasia
Dengan banyak pertimbangan, rasanya wajar saja jika masalah euthanasia menimbulkan pro dan kontra pada berbagai kalangan. Ada sebagian orang yang menyetujui euthanasia ini dan ada pula sebagian pihak lainnya yang menolaknya.
Untuk kasus penolakannya, tampaknya ini ada hubungannya
dengan sesuatu mutlak yang berasal dari Tuhan dan batasan karena adanya
hak asasi manusia.
Pembicaraan mengenai euthanasia ini sepertinya tidak akan memperoleh
suatu kesatuan pendapat etis sepanjang masa. Secara sederhana,
perdebatan euthanasia dapat diringkas sebagai berikut:
“Atas nama perhormatan terhadap
otonomi manusia, manusia tersebut harus mempunyai kontrol secara penuh
atas hidup dan matinya, sehingga seharusnya ia mempunyai kuasa untuk
mengakhiri hidupnya jika ia menghendakinya demi pengakhiran penderitaan
yang tidak berguna.”
Apakah pengakhiran hidup macam itu bisa dibenarkan? Berikut kata mereka yang masuk ke dalam kata pro dan kontra :
- Pro Euthanasia
Kelompok ini menyatakan bahwa tindakan euthanasia dilakukan dengan
persetujuan, dengan tujuan utama menghentikan penderitaan pasien. Salah
satu prinsip yang menjadi pedoman kelompok ini adalah pendapat bahwa
manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita.
Jadi, tujuan utamanya adalah meringankan penderitaan pasien.
Argumen yang paling sering digunakan adalah argumen atas dasar belas
kasihan terhadap mereka yang menderita sakit berat dan secara medis
tidak mempunyai harapan untuk pulih.
Argumen pokok mereka adalah pemahaman bahwa
kematian menjadi jalan yang dipilih demi menghindari rasa sakit yang
luar biasa dan penderitaan tanpa harapan bagi si pasien.
Argumen keduanya adalah perasaan hormat atau agung
terhadap manusia yang ada hubungannya dengan suatu pilihan yang bebas
sebagai hak asasi. Setiap orang memiliki hak asasi, dimana di dalamnya
termasuk hak untuk hidup maupun hak untuk mati.
- Kontra Euthanasia
Setiap orang menerima prinsip nilai hidup manusia yang sama.
Orang-orang tidak beragama pun, yang tidak menerima argumen teologis
mengenai kesucian hidup, setuju bahwa hidup manusia itu sangat berharga
dan harus dilindungi. Mereka setuju bahwa membunuh orang adalah tindakan yang salah.
Bagi mereka, euthanasia adalah suatu tindakan pembunuhan yang terselubung. Bagi orang beragama, euthanasia merupakan tindakan immoral dan bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Mereka berpendapat bahwa hidup adalah semata-mata diberikan oleh
Tuhan sendiri, sehingga tidak ada seorang pun atau institusi manapun
yang berhak mencabutnya, bagaimanapun keadaan penderita tersebut.
Dikatakan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak memiliki hak
untuk mati.
Penolakan euthanasia ini berkaitan erat dengan penolakan abortus atas dasar argumen “kesucian hidup”.
Karena kehidupan itu sendiri berharga, maka hidup manusia tidak pernah
boleh diakhiri dalam keadaan apa pun juga. Banyak orang yang langsung
menolak euthanasia.
Jika kita boleh membunuh orang yang sedang dalam proses meninggal
dunia atau pasien koma yang irreversible, maka bisa jadi kita akan
memperluas pengertian dan mulai membunuh bayi yang baru lahir, mereka
yang sakit jiwa, anak cacat mental, orang yang tidak produktif atau
secara sosial tidak diinginkan. Begitu batas-batas untuk membunuh
diperluas, tidak ada lagi orang yang akan merasa aman di dunia ini.
Pro kontra terhadap tindakan euthanasia hingga saat ini masih terus
berlangsung. Mengingat euthanasia merupakan suatu persoalan yang rumit
dan memerlukan kejelasan dalam kehidupan masyarakat, khususnya bagi umat
yang beragama.
MUI dalam pengkajian yang diselenggarakan pada bulan Juni 1997 di Jakarta menyimpulkan
bahwa euthanasia merupakan suatu tindakan bunuh diri. Secara logika
berdasarkan konteks perkembangan ilmu pengetahuan, euthanasia tidak ada
permasalahan karena hal ini merupakan suatu konsekuensi dari proses
penelitian dan juga pengembangan.
Demikian juga, dipandang dari sudut kemanusiaan, euthanasia tampaknya
merupakan perbuatan yang harus dipuji karena menolong sesama manusia
dalam mengakhiri kesengsaraannya. Setuju atau tidak, itu tergantung pada
anda.
Bagaimana Dengan Indonesia?
Menurut hukum negara Indonesia, perbuatan euthanasia ini dikaitkan
dengan Hak Asasi Manusia (HAM), karena tindakan tersebut melanggar hak
manusia untuk hidup. Kemudian menurut ahli hukum pidana Universitas
padjadjaran, Komariah Emong mengatakan: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) mengatur tentang larangan melakukan euthanasia. yakni dalam
Pasal 344 KUHP yang bunyinya:
“Barang siapa merampas nyawa orang
lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan
kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.”
Dari sudut cara atau bentuk, euthanasia dapat dibedakan dalam tiga hal, yaitu:
- Euthanasia aktif – Mengambil keputusan untuk melaksanakan dengan tujuan menghentikan kehidupan. Tindakan ini secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya, melakukan injeksi dengan obat tertentu agar pasien terminal meninggal.
- Euthanasia pasif – Memutuskan untuk tidak mengambil tindakan atau tidak melakukan terapi. Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup kepada pasien. Misalnya, terapi dihentikan atau tidak dilanjutkan karena tidak ada biaya, tidak ada alat ataupun terapi tidak berguna lagi. Pokoknya menghentikan terapi yang telah dimulai dan sedang berlangsung.
- Auto-euthanasia – Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan ia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dari penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Auto-euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.
Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa yang diatur dalam KUHP adalah
euthanasia aktif dan sukarela. Sehingga, menurut Haryadi, dalam
praktiknya di Indonesia, Pasal 344 KUHP ini sulit diterapkan untuk
menyaring perbuatan euthanasia sebagai tindak pidana, sebab euthanasia
yang sering terjadi di negara ini adalah yang pasif, sedangkan
pengaturan yang ada melarang euthanasia aktif dan sukarela.
Kesimpulan
Sampai dengan saat ini, suntik mati masih menjadi sebuah perdebatan
yang belum menemukan titik temu. Di Indonesia, masalah euthanasia juga
masih belum mendapatkan tempat secara yuridis. Namun kita belum tahu
bagaimana nanti di kedepannya.
Munculnya permintaan tindakan medis euthanasia hakikatnya menjadi indikasi, betapa masyarakat sedang mengalami pergeseran nilai kultural. Banyak
pihak yang menentang dilakukannya euthanasia atas dasar etika, agama,
moral dan legal dan juga dengan pandangan bahwa apabila dilegalisir,
euthanasia dapat disalahgunakan.
Kelompok pro-euthanasia mungkin akan menentang pendapat ini dengan
menggunakan argumen quality of life dan hukum. Namun demikian,
pernyataan yang telah dikemukakan, pertama secara etika, tugas seorang
dokter adalah untuk menyembuhkan, bukan membunuh melainkan untuk
mempertahankan hidup, bukan untuk mengakhirinya.
Dari dasar agama adalah di mana dokter percaya kesucian dan kemuliaan
kehidupan manusia. Dari segi respek moral, pilihan untuk membunuh, baik
orang lain maupun diri sendiri adalah imoral karena merupakan tindak
sengaja untuk membunuh seorang manusia.
Dari segi legal, seorang dokter yang melakukan euthanasia atau
membantu orang yang bunuh diri telah melakukan tindakan melanggar hukum.
Pernyataan terakhir adalah sulitnya untuk melegalisir euthanasia karena
sulitnya membuat standar prosedur yang efektif.
Apa pendapat anda tentang hal ini? Apakah anda termasuk kelompok yang pro atau mungkin kontra? Ini memang sangat membingungkan.
Di satu sisi kita kasihan dengan mereka yang sakit parah dan dianggap
tidak bisa lagi disembuhkan dan bermaksud baik dengan mengakhiri
penderitaan mereka dengan menggunakan praktik tersebut, sedangkan di
sisi lainnya, kita tidak bisa mengabaikan kalau hidup ini adalah milik
Tuhan, dimana hanya Dia lah yang bisa mengambilnya. Intinya, semua
kembali pada pandangan dan pilihan anda sendiri.
Komentar
Posting Komentar